Chris Finch Salahkan Dirinya Usai Dikalahkan Lakers. Kekalahan dramatis Minnesota Timberwolves dari Los Angeles Lakers dengan skor 108-107 pada 29 Oktober 2025 di Crypto.com Arena jadi momen pahit bagi skuad biru-hitam. Austin Reaves jadi pahlawan Lakers lewat floater buzzer-beater yang balas unggul tipis Wolves, meski Julius Randle cetak 33 poin sepanjang laga. Pelatih Chris Finch, yang sudah bawa Wolves ke final Barat musim lalu, tak bisa sembunyikan kekecewaannya. Di konferensi pers pasca-laga, Finch salahkan dirinya sendiri: “Ini kegagalan saya sebagai pelatih—kami tak eksekusi akhir laga dengan benar.” Ucapan ini langsung viral, tunjukkan Finch yang dikenal tegas tapi introspektif. Wolves kini terpaku di rekor 3-3, selisih dua poin dari zona playoff, sementara Lakers naik ke 4-2. Di musim yang baru pemanasan, pengakuan Finch ini bukan sekadar kalah satu laga; itu panggilan bangun untuk tim yang haus gelar ulang 2024. BERITA BOLA
Kesalahan Taktik Akhir Laga yang Jadi Pukulan: Chris Finch Salahkan Dirinya Usai Dikalahkan Lakers
Chris Finch tak ragu tunjuk jarinya ke cermin pasca-kekalahan. Ia akui rotasi akhir laga jadi blunder utama: pasang lineup kecil dengan Jaden McDaniels dan Nickeil Alexander-Walker untuk tekan full-court, tapi itu malah buka celah buat Reaves isolasi. “Saya pilih lineup yang salah di momen krusial—kami kehilangan Rudy Gobert terlalu dini, dan itu biayai kami,” ujar Finch, soroti keputusan tarik Gobert di menit ke-8 kuarter keempat meski Wolves unggul 10 poin. Gobert, yang catat 12 rebound dan 3 blok, absen saat Lakers comeback 20 poin.
Ini bukan pertama Finch hadapi kritik taktik; musim lalu, ia sukses dengan switch defense yang batasi Curry ke 20 poin di playoff, tapi kali ini gagal adaptasi ke pace Lakers. Wolves kebobolan 35 poin di paint kuarter keempat, naik dari rata-rata 28 musim ini—bukti kesalahan rotasi. Finch bilang ia “terlalu percaya diri” setelah unggul besar, dan itu pelajaran: di NBA, lead 20 poin bisa hilang dalam sekejap. Pengakuan ini tunjukkan Finch yang belajar dari kekalahan, mirip saat ia ubah strategi pasca-kalah dari Nuggets 2023. Tapi buat Wolves, ini tamparan: taktik akhir laga harus lebih tajam, atau risiko ulang start goyah seperti musim lalu.
Performa Pemain yang Campur Aduk di Bawah Tekanan: Chris Finch Salahkan Dirinya Usai Dikalahkan Lakers
Meski Finch salahkan diri, performa pemain jadi sorotan utama kekalahan ini. Julius Randle dominasi dengan 33 poin dan 8 rebound, tapi turnover-nya di menit akhir—termasuk lost ball saat isolasi—bikin Wolves kehilangan momentum. Anthony Edwards, co-star Randle, cetak 26 poin tapi shooting 9 dari 22, kesulitan lawan pertahanan LeBron James yang paksa ia ambil shot sulit. Mike Conley, veteran point guard, beri 12 assist tapi tiga turnover di transisi, bukti usia 38 tahunnya mulai terasa di pace tinggi.
Finch puji usaha tim: “Mereka beri segalanya, tapi eksekusi akhir kurang.” Wolves unggul rebound 48-42 berkat Gobert, tapi kebobolan 15 fast-break points karena turnover 14—tertinggi musim ini. Ini kontras dengan kekuatan Wolves musim lalu: defense rating 105 yang elite. Finch soroti mental: “Kami main bagus 45 menit, tapi 3 menit terakhir hancurkan semuanya.” Performa campur ini jadi pelajaran—Randle butuh partner lebih baik di clutch, sementara Edwards harus tingkatkan efisiensi. Di laga selanjutnya lawan Jazz, Finch janji fokus drill akhir laga untuk perbaiki itu.
Dampak Kekalahan bagi Wolves dan Strategi Finch ke Depan
Kekalahan ini efek domino buat Wolves yang lagi cari identitas pasca-final Barat 2024. Rekor 3-3 turunkan mereka ke peringkat 7 Timur, selisih tiga poin dari Nuggets pemuncak Barat—rival abadi yang jadwalnya minggu depan. Absen Gobert di akhir laga soroti masalah load management: ia main 28 menit, tapi Finch akui itu “kesalahan kalkulasi” yang bikin paint rentan. Dampaknya juga ke moral: fans Target Center yang penuh 18 ribu jiwa terdiam saat buzzer, dan media sosial ramai debat soal rotasi.
Strategi Finch ke depan fokus perbaikan: ia rencana tambah reps akhir laga di latihan, plus integrasi Naz Reid lebih awal sebagai backup Gobert untuk jaga energi. “Saya ambil tanggung jawab ini, dan tim akan lebih kuat karena itu,” tegas Finch. Ini sejalan karakternya: sejak ambil alih 2021, ia ubah Wolves dari tim tengah jadi contender lewat disiplin. Kekalahan ini bisa jadi turning point, mirip saat ia kalahkan Clippers 2023 setelah start buruk. Buat Wolves yang target ulang final, Finch harus cepat adaptasi—November padat dengan back-to-back lawan Blazers dan Kings jadi tes pertama.
Kesimpulan
Pengakuan Chris Finch salahkan diri usai kalah dari Lakers jadi momen introspektif yang langka di NBA penuh ego. Dari kesalahan taktik akhir laga yang biayai comeback, performa campur pemain seperti Randle dan Edwards, hingga dampak yang tekan strategi ke depan, Finch tunjukkan kepemimpinan dewasa. Wolves punya alat—pertahanan elite dan talenta muda—tapi butuh eksekusi tajam. Di Target Center yang haus kemenangan, ucapan Finch ini janji proses: kekalahan satu laga bisa jadi batu loncatan. Musim 2025/26 panjang, dan dengan pelatih seperti dia, Minnesota siap bangkit—fans tunggu rematch dengan Lakers, di mana balas dendam terasa manis.